Rabu, 27 April 2011

Rame-rame ngawasin anggaran kita

What is a post?
Rame-rame Bedah APBD
Mengawal Anggaran Pendapatan dan Belanja Tepat Sasaran
Masa pengajuan anggaran November akhir tahun telah dilewati. Setelah memasuki awal tahun merupakan saat-saat yang dinanti para pejabat yang mengepalai unit instansi pemeritah (eksekutif). Persetujuan pengajuan anggaran. Daftar nominal rupiah yang berisi rincian rencana kegiatan dan pengadaan instansi.
Biasanya awal Maret mulai keluar beberapa informasi tentang nilai-nilai nominal pengajuan yang dianggap disetujui.
Saat yang dinanti pejabat kepala unit instansi pemeritah (eksekutif). Mulai dari Kementrian, Dirjen, Dinas, UPT, suku dinas, pemerintahan, kecamatan sampai kelurahan.
Anggaran tersebut merupakan rencana pembelanjaan yang dilakukan atas nama pembangunan. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui sejauh mana realisasi pengeluaran anggaran belanja memiliki nilai relevansi terhadap hasil yang dicapai. Bila pembelanjaan tersebut tepat sasaran, maka kita dapat merasakan pembangunan yang dapat dirasakan banyak masyarakat. Betapa kerja keras para eksekutif kita patut diacungi jempol. Bila menyimpang, barangkali kita bisa bisa melakukan kontroling, teguran dan mencari cara memperbaiki penyimpangan tersebut.
Beberapa informasi pengajuan anggaran (APBD) dari unit masuk. Informasi ini dapat dilihat. Pers memberikan informasi kepada masyarakat bersama hendaknya dapat mengawal, mengawasi dan melakukan kontrol penggunaan anggaran secara tepat sasaran .
RAPBD Provinsi DKI Jakarta 2011
1. Dinas Pendidikan DKI Jakarta (5. 228.342.407.111)
a. RUP Pencetakan Naskah Soal Ujian (6.923.628.000),
b. RUP Pencetakan Blanko Ijazah (613.117.000)
2. Balai Pelatihan Tenaga Kependidikan Dasar DKI Jakarta (5.231.842.007.111)
3. Planetarium DKI Jakarta (5.236.655.313.093)
4. BPPK Budi Utomo (5.243.057.188.093)
5. BPPK Jakarta Barat DKI Jakarta (5.245.586.788.093)
6. BPPK Lenteng Agung (5.247.516.388.093)
7. BPPK Pulogadung (5.254.314.988.093)
8. BPPK Duren Sawit (5.256.588.588.093)
9. BP3LS (5.258.768.597.687)
10. Dinas Kesehatan (8.624.227.029.409)
11. Balai Labkesda (8.659.770.855.151)
12. BLUD AKPER Jayakarta (8.661.627.000.151)
13. Balai Kesehatan Karyawan (8.675.733.400.151)
14. BLUD RS Koja (8.832.105.015.493)
15. BLUD RS Tarakan (9.008.600.110.487)
16. BLUD RS Cengkareng (9.099.681.546.828)
17. BLUD RS Pasar Rebo (9.251.460.183.988)
18. BLUD RS Budhi Asih (9.340.461.027.781)
19. BLUD RS Duren Sawit (9.403.649.669.232)
20. BLUD Ambulan Gawat Darurat (9.434.750.451.018)
21. Dinas Sosial (10.119.722.058.352)
22. Dinas Olahraga dan Pemuda (10.446.803.753.743)
23. Biro Kesejahteraan Sosial (10.536.334.313.279)
24. Biro Pendiddikan dan Mental Spiritual (10.562.684.313.279)
25. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB (10.706.002.796.519)
26. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (10.858.611.722.658)
27. Dinas Perumahan Pemukiman dan Gedung PEMDA DKI Jakarta (3.603.276.130.528)
28. Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (3.868.314.564.922)
29. Dinas Tata Ruang dan Pertanahan (3.939.199.755.063)
30. Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta (4.578.623.461.916)
31. BPLHD DKI Jakarta (4.633.623.461.916)
32. Dinas Kebersihan DKI Jakarta (5.396.568.725.649)
33. Dinas PU DKI Jakarta (2.193.893.020.954)
34. Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta (2.879.879.270.124)
35. Biro Prasarana dan Sarana Kota DKI Jakarta (5.769.236.369.420)
36. Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta (233.565.781.975)
37. Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta (624.037.946.305)
38. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (1.536.161.486.097)
39. Unit Perbendaharaan dan Pelayanan Kas Balaikota (1.536.781.486.097)
40. UPT Mobilisasi dan Pemeliharaan Asset (1.560.043.166.097)
41. Pusat Penyimpanan Barang Daerah (1.580.780.286.097)
Semua catatan pengajuan anggaran bukanlah akumulasi dari masing-masing wilayah kota administrasi. Setiap kota administrasi mengajukan daftar anggaran yang berbeda. Jadi, selain ada pengajuan anggaran Dinas pendidikan DKI Jakarta nominal 5. 228.342.407.111 masih ada lagi anggaran Sudin Dikdas Jakarta Timur, Barat, Pusat, Utara, Selatan dan Kepulauan Seribu. Masing-masing nominal kisaran lima sampai enam trilyun. Itupun belum termasuk anggaran Sudin Dikmen di masing-masing kota administrasi. Hal tersebut berlaku sama dengan Dinas lain seperti Dinas Kebersihan, Dinas PU, Dinas Pertamanan dan Pemakaman. Yang biasanya berlaku sama adalah tulisan :”PROGRAM PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM URUSAN …………(tergantung dinas yang mengajukan) Nominalnyapun variatif dan sangat besar dari ratusan juta sampai milyaran. Kita tidak pernah diberi penjelasan oleh pejabat-pejabat yang harusnya mengurusi rakyat ini, apa definisi maksud dari rincian pengajuan tersebut. Masyarakat perlu mendapat penjelasan agar tidak menjadi urusan praduga tidak bersalah.
Baru mulai dijalankan, kita mengawasi, agar kinerja unit mencapai hasil sesuai dengan perencanaan. Bukan dengan melakukan penggelembungan anggaran tidak karuan. Masyarakat perlu mendapat penjelasan agar tidak menjadi urusan praduga tidak bersalah.
Pengelolaan anggaran adalah sebuah pekerjaan yang memiliki tanggung jawab besar. Pertanggungjawaban hasil kepada masyarakat, terhadap kinerja unit keseluruhan, terhadap Negara juga terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pers hanya memberikan informasi. Masyarakat dituntut lebih responsif. Melihat permasalahan secara utuh, mengontrol, mengawasi dan melakukan kritik-kritik secara sehat. Bukan mumpung kita tahu malahan ikut-ikutan cari proyek, ikutan korupsi dan ikutan KKN. sumber: data RAPBD2011ProvDKI Jakarta c: 77 hal, d: 597 hal, e: 1220 halaman( lina)
(Chapture;Tulisan : SKPD : 1.01.001/DINAS PENDIDIKAN
PROGRAM PENERAPAN KAIDAH GOOD GOVERNANCE
DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PENDIDIKAN)

(Chapture; DINAS PENDIDIKAN TOTAL JUMLAH ANGGARAN
5.228.342.407.111)

Selasa, 26 April 2011

PERS


Pers Pilar Keempat (The Fourth Estate)
Antara Kredibilitas, Kapabilitas dan Fungsi Sosial Kontrol

Mengutip tulisan bangsawan dan pemikir Swiss Benyamin Constant (1767-1834) “Dengan surat kabar kadang muncul kericuhan, tapi tanpa surat akan selalu muncul penindasan” mengingatkan kita bahwa Negara demokrasi dapat berjalan stabil bila memiliki pilar demokrasi legislatif dengan fungsi perwakilan rakyat, eksekutif sebagai lembaga pemerintahan, lembaga yudikatif dengan fungsi hukum. Adagium pers sebagai pilar demokrasi keempat (the fourth estate) merupakan sebuah faktual yang tidak dapat dipungkiri.
Di Indonesia banyak statemen dan ucapan sebagai upaya pembelokan persepsi bahwa dasar Negara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika)   adalah pilar Negara. Upaya penolakan adagium pers sebagai sosial kontrol masyarakat.
Mengutip pembicaraan H. Moh. Mahfud MD (Ketua Mahkamah Konstusi/MK) mengenai 4 pilar demokrasi, H. Moh. Mahfud MD menggambarkan unsur legislatif, eksekutif dan yudikatif di Indonesia sedang sakit.
“Legislatif kita sedang sakit. Terjadi transaksi-transaksi politik yang tidak kredibel. Bila kita menyalurkan aspirasi kita disalurkan ke legislatif maka aspirasi itu akan digoreng dan dijual untuk kepentingan politik,” ujarnya. Namun, bagaimana pun sakitnya unsur legislative  harus tetap ada dan dihormati. Kalau legislatif tidak ada maka demokrasi tak akan bisa dibangun.
“Kondisi eksekutif juga tengah dilanda sakit. Dari tingkat pusat hingga daerah. Indikasinya, maraknya praktik KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme), feodalisme yang masih terjadi, bahkan sampai transaksi politik. “Seperti kita (Indonesia, Red) belum mampu bergerak menjadi lebih bersih dan bebas dari KKN. Saya sering ke daerah dan mendapatkan pengakuan masyarakat bahwa sekarang masih sama seperti zaman orde baru,” ujar Mahfud.
Unsur yudikatif menurut Mahfud, lebih “gila” lagi.  “Lembaga peradilan seperti tempat jual-beli perkara, meskipun telah ada upaya untuk memperbaikinya. Kalau kita lihat laporan ICW dan tindakan MA yang menjatuhkan sanksi kepada para hakim, itu membuktikan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini yudikatif kita masih sakit,” ujarnya.
Mahfud kemudian menyatakan bahwa sesunguhnya terdapat empat pilar demokrasi yakni legislatif, eksekutif, yudikatif dan pers dalam perannya sebagai civil society. Namun dari empat pilar itu, Mahfud mengaku meragukan kredibilitas ketiga pilar dan hanya mempercayai pers. Meskipun ia merupakan bagian lembaga yudikatif (Mahkamah Konstitusi).
Pers dimata Mahfud MD, masih sebagai lembaga publik yang tetap memegang teguh kebenaran, dan pers yang dapat diandalkan untuk mengobati ketiga pilar demokrasi yang sedang sakit itu. “Itu sebabnya kalau kunjungan ke daerah-daerah, saya selalu menyempatkan diri ke media massa karena saya percaya pers masih bersih, meskipun ada sedikit yang nakal tetapi masih bisa diperbaiki,” ujarnya.
Pada masa orde baru, segala informasi tertutup bagi masyarakat. Penerbitan surat kabar dibatasi. Media elektronik belum secanggih sekarang. Kebanyakan surat kabar pada masa itu merupakan mesin ‘corong’ pemerintah. Bila ada tulisan yang agak menusuk sedikit, pemerintah akan membreidel media massa tersebut tanpa ampun. Kontrol koordinasi dan distribusi merupakan hak penuh pemerintah dengan label Departemen Penerangan. Pada masa reformasi keadaan berubah. Saat ini, kebijakan mengenai media massa sudah bukan merupakan hak absolute pemerintah. Pembubaran Departemen Penerangan oleh Gus Dur menjadi sebuah bagian penting terjadinya reformasi berita.
Media massa bermunculan bak cendawan dimusim hujan. Segala warna segala rupa, segala kwalitas dan segala cara. Ada media harian yang harus peras dana karena tuntutan cetak setiap hari tanpa peduli ada yang membaca atau tidak. Media mingguan, dua mingguan atau bulanan dengan penerbitan rutin. Ada pula media yang terbit hanya ‘pada saat diperlukan’ (pada saat ada kasus). Berbarengan pula dengan munculnya insan pers.
Bila dulu, wartawan harus memiliki acuan latar belakang pendidikan atau memiliki referensi tulisan  dengan standar tertentu atau memiliki spesifikasi pengalaman atau memiliki akses ke jaringan. Kini muncul banyak pewarta dengan ragam kriteria/karakter. Ditambah pula mudahnya mendapatkan kartu dengan label pers pada beberapa media. Ada yang berprinsip teguh konsistensi, ada idealism murni, idealism realistis sampai ‘idealisme oportunistis’.
Istilah baru muncul seperti wartawan CNN (Cuma Nanya-Nanya), WTS (Wartawan Tanpa Surat Kabar) sampai istilah tentara ‘lapan enam’ yang berarti aman terkendali sudah berubah persepsi.
Janganlah kita menjadi bagian dari pilar-pilar lain yang sakit itu. Insan pers sejati tentunya tidak akan pernah mau membiarkan keadaan akan berlanjut sampai ke arah kehilangan kepercayaan publik.  Pers harus mampu menjadi pengawal demokrasi. Pers harus mampu menjaga kredibilitas, menjaga norma-norma sesuai dengan etika. Harus mampu menggapai kapabilitas dengan terus mengasah diri sehingga semakin. Mengawasi segala macam ketimpangan mencegah terjadinya penindasan, pembodohan, menjaga kepercayaan masyarakat dan menyuarakan kebenaran.
Biarlah kita tetap menjadi salah satu tiang penyangga tegaknya demokrasi di muka bumi Indonesia ini. Tidak berubah dan tidak pula kita yang membuatnya berubah. Tidak akan banyak uang ‘bensin’ yang masuk ke kantong kita tetapi kita mendapat pengakuan atas fungsi sosial kontrol. Bukan dari pejabat, bukan dari anggota dewan terhormat tapi dari masyarakat.(lintas)
….