Sabtu, 06 Agustus 2011

Sectio Caesaria…. Gengsi, Indikasi Medis atau Bisnis?

Sectio Caesaria, adalah istilah medis untuk proses persalinan atau melahirkan tidak melalui vagina tetapi dengan operasi. Umumnya disebut operasi sesar.
Cara bersalin dengan operasi sesar adalah dengan membuat sayatan pada kulit perut menembus jaringan kulit terdalam hingga sampai pada lapisan kantong rahim. Sayatan yang dibuat ini adalah rongga sebagai rongga pada perut untuk mengeluarkan bayi. Proses ini memerlukan pembiusan agar pasien tidak merasakan sakit pada saat disayat perutnya.
Operasi sesar pada awalnya hanya merupakan cara menanggulangi permasalahan bila persalinan mengalami kesulitan seperti posisi bayi sungsang, ukuran panggul ibu yang terlalu kecil bagi ukuran bayi yang akan lahir atau placenta previa (ari-ari yang mengalungi leher).
Namun, pada masa kini, opersasi sesar menjadi sebuah kebutuhan. Cara mengeluarkan bayi tidak melalui vagina dianggap lumrah. Bahkan menjadi gengsi tersendiri. Suami-suami berpendapat bahwa melahirkan dengan cara ini, vagina istrinya masih rapat seperti sebelum melahirkan. Gengsi menjadi alasan dikesampingkannya indikasi medis. Banyak pasutri masa kini berkompromi dengan dokter kandungan untuk menjalani persalinan melalui opersai sesar tanpa indikasi medis. “Serasa istriku belum pernah melahirkan”, demikian alasan para suami. Sedangkan sang istri setuju-setuju saja agar bisa membahagiakan suami.
Sepertinya dunia medis kita membuat sebuah kompromi tanpa kompromi. Kompromi profesi tanpa berkompromi dengan kemampuan ekonomi pasien. Dokter yang notabene adalah sang dewa penyelamat dapat membolak-balik realita antara indikasi medis dan bisnis. Dengan mudah dokter akan member keputusan perlunya operasi sesar, menyembunyikan fakta bahwa sang pasien masih memiliki kesempatan untuk melahirkan secara normal.
Sebuah operasi sesar membutuhkan biaya yang tidak murah. Sedikitnya 6 sampai 11 juta rupiah dikeluarkan dari kocek untuk sebuah operasi sesar. Bersalin normal hanya membutuhkan biaya 1 – 2 juta rupiah. Tiga kali lipat lebih mahal. Proses bersalin sesar hanya membutuhkan waku kurang lebih 2 jam, proses bersalin normal membutuhkan waktu sedikitnya 4 – 12 jam. Mulai dari kontraksi awal yang jarang-jarang, semakin sering, pembukaan lengkap sampai prosesnya keluarnya jabang bayi menghisap udara dunia.
Operasi sesar tentu lebih menguntungkan bagi dokter kandungan. 10 jam dengan bayaran 1 – 2 juta rupiah atau 2 jam dengan bayaran 6 – 11 juta rupiah.
Fakta ini begitu banyak terjadi di masyarakat.
Melahirkan Normal, Indah Tak Terhingga.
Cara melahirkan normal merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada perempuan. Dari awal masa kontraksi pertama pada persalinan normal, ibu dan bayi merasakan sebuah kebersamaan perjuangan. Sementara sang ibu sedang merasakan sakit luar biasa maka sang bayi berjuang sekuat tenaga menembus dinding kehidupan melalui mulut rahim. Semakin kuat dorongan bayi, semakin sakit pula kontraksi yang dirasakan sang ibu. Sakit yang poaling sakit yang pernah dirasakan para ibu adalah saaat kontraksi akhir menuju pembukaan lengkap. Perjuangan kebersamaan pertama ibu dan anak yang merupakan cara Tuhan untuk membentuk sebuah ikatan batin yang kuat, jauh lebih kuat dari pada ikatan batin ibu dan anak yang terlahir dengan cara operasi sesar.
Kenikmatan paling nikmat yang pernah dirasakan perempuan di dunia adalah pada saat-saat detik terakhir kepala bayi meluncur keluar dari lubang lahir. Euphoria kenikmatan itu tidak pernah dimengerti oleh perempuan yang pernah melahirkan normal. Kenikmatan yang tidak akan pernah dirasakan oleh perempuan yang lebih memilih operasi sesar daripada melahirkan normal. Nikmat sekali…. !! Sejuta kali lebih nikmat daripada orgasmus terhebat.
Salmin dan Operasi Sesar
(cerita sebenarnya, nama sebenarnya)
Salmin, tukang ojek yang biasa mangkal di pangkalan ojek di bilangan Jakrta Timur ini menceritakan pengalamannya. Pada saat istrinya hamil, ia sering membawa istrinya untuk rutin memeriksakan kehamilannya pada bidan yang berpraktek di kawasan Vespa Pulogadung. Selama kehamilan, bu bidan selalu mengatakan bahwa kandungannya sehat dan baik-baik saja. Pada saat akan melahirkan, sebagai suami yang baik dengan sigap Salmin langsung membawa istrinya ke bidan tempat istrinya biasa memeriksakan kehamilannya. Begitu istrinya masuk ke ruang persalinan, Salmin menunggu di luar. Tidak lama kemudian sang bidan dengan membawa selembar kertas yang berisi surat pernyataan operasi untuk ditandatangani. Bidan tersebut mengatakan bahwa ari-ari sang bayi melilit leher. Kalau melahirkan normal maka bayi memiliki kemungkinan tidak selamat. Salmin sangat panik, tanpa berfikir panjang ia segera mengambil kertas itu untuk ditandatangan. Tapi betapa terkejutnya ketika ia melihat rupiah dengan nominal 7 juta rupiah yang harus ia siapkan. Dalam keadaan panik Salmin masih mampu berfikir, ke mana ia akan mencari uang sebanyak itu. Masa, nanti anak bisa lahir sehat tapi punya utang setumpuk. Padahal, namanya punya anak akan lebih banyak lagi kebutuhan sehari-hari yang harus ia penuhi. Ia hanya seorang tukang ojek.
1311959643736024000
Salmin, hak second opinion. Istrinya melahirkan normal, tidak mau cesar
Karena merasa tidak akan sanggup membayar, Salmin menyerahkan kembali kertas itu dan tidak ditandatanganinya. Ia masuk ke ruang persalinan dan memeluk istrinya untuk bangun dan mengajaknya mencari bidan lain. Ia kembali membonceng istrinya mencari bidan di sekitar Kayumas. Begitu dilihatnya ada plang bidan, Salmin segera membelokkan motornya ke arah praktek bidan itu. Ia segera menggandeng istrinya, disuruhnya istrinya duduk di ruang tunggu dan ia memanggil bidan tersebut. Begitu sang bidan keluar, ia langsung berkata’
“Bu bidan, istri saya mau melahirkan tapi saya ngga mau pake operasi karena ngga akan sanggup bayar. Bu bidan harus menolong saya”
Si ibu bidan tersenyum dan langsung memapah istri Salmin ke dalam ruang bersalin. Memeriksanya, lalu keluar memberi pernyataan persetujuan.
Hari ini putra Salmin telah berusia tiga tahun, sehat, tampan tanpa kurang suatu apapun. Ibunya melahirkannya dengan cara normal dan ayahnya hanya membayar tujuh ratus limapuluh ribu rupiah, bukan tujuh juta rupiah. Masih banyak Salmin-Salmin yang lain yang mengalami nasib berbeda, harus sesar tanpa indikasi. Dan mereka menerima saja kenyataan harus sesar. Setelah memiliki anak, mereka harus berhutang kepada rumah sakit.
Bagaimana masyarakat mengetahui bahwa mereka masih memiliki pilihan untuk melahirkan dengan cara normal atau operasi sesar, hak untuk merasakan perjuangan pertama bersama sang buah hati mereka, tanpa harus berhutang untuk memiliki anak. Bagaimana mereka mengetahui bahwa mereka masih memiliki hak untuk merasakan sakitnya kontraksi sekaligus menikmati kenikmatan euphoria disaat detik-detik saat sang bayi meluncur ke dunia. Masihkah mereka memiliki hak???*lina*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar