Sabtu, 06 Agustus 2011

SBY, Anas, Marzuki Ali… Lupakah?

Pers, Dipuja dan Dicerca
Dengan segala kerendahan hati pula, insan Pers mencatat beberapa bagian penting sebagai masukan bagi teman-teman masyarakat, instansi pemerintah dan pejabat.
Pers adalah sebuah profesi penyampai informasi. Harus mencari sumber yang valid, pengembangan berita dan menyuguhkan ke masyarakat dalam tulisan yang enak dibaca di atas nampan media cetak maupun media elektronik.
“Jangan mau jadi wartawan, wartawan nggak ada yang kaya”
Kenyataannya, entah itu di media elektronik, media cetak bagaimanapun cara terbitnya, wartawan bukanlah profesi yang bisa melulu berorientasi kepada materi.
Pada media elektronik maupun media cetak yang telah terkenal, tekanan wartawan akan report pencarian berita jarang sekali mendapat upah yang seimbang. Berita yang ditulis bisa melambung, dibaca publik seantero negeri, tanpa perlu orang mengenal siapa yang menulis. Tulisan membawa dampak besar pada politik maupun ekonomi, tanpa pernah pers mendapat dampak besar pada penghidupan kesehariannya.
13119751651540640117
Pers, corong
Pada media mingguan maupun media-media cetak baru, pola yang berbeda terjadi. Dalam mencari berita, wartawan tidak mendapat gaji. Justru para wartawan harus membayar media cetak setiap kali terbit. Ikut urunan cetak dan ikut menjual eksemplar kepada publiknya. Ini tentu lebih berat lagi. Berita pengangkatan yang kadang terasa mengambang akan menghasilkan sedikit rupiah demi membumbungnya asap dapur dan biaya keluarga. Berita menyentil dan mengkritik akan menghasilkan tawaran dan umpatan. Tawaran besaran setengah bulan gaji PNS golongan 2A buat wartawan yang mau untuk tidak menerbitkan berita sentil dan kritik. Ini menarik. Membuat alergi kebanyakan pejabat publik. Jangan pernah membayangkan amplop berpuluh-puluh juta apalagi milyaran seperti makanan para koruptor. Jatah amplop bagi press release hanya kisaran 20 – 100 ribuan.
Pers memiliki hak untuk bertahan hidup, mencari nafkah dan memiliki keluarga. Dengan tetap menyewakan keahliannya. Menjadi corong, kabel informasi, mediator, makelar, penghubung, penyampai informasi dari dan kepada.
Kebanggaan wartawan adalah terletak pada banyaknya teman-teman. Teman polisi, teman politisi, teman jaksa, teman preman, teman mafia, teman pemulung dan pengemis, teman penyapu jalan, teman pedagang kakilima, teman pengangguran, teman pengusaha, teman buruh pekerja, teman mucikari, teman PSK, teman pengedar, teman para koruptor, teman artis celebrities, teman anak-anak, remaja dan teman manula.
Jalur dimanapun adalah jalur pers. Duduk, berbicara, bertanya, mencecar, mencerca. Pongah karena disesah. Rahasia pejabat ini pejabat itu. Rahasia pejabat selingkuh, punya PIL, punya WIL, korupsi, aib, kriminal dan segala informasi itu. Wartawan sebagai insan pers memiliki hak untuk memilih. Memilih menaikkan berita ini dan menahan berita itu. Bukan untuk tawaran itu. Untuk mengantisipasi bahwa response masyarakat akan membawa dampak baik atau buruk.
Nazaruddin, bukanlah berita baru. Ada fase menahan berita sampai masyarakat mampu mengkaji secara matang. Perlukah diangkat menjadi berita terlepas dari benar atau tidaknya isi BBM itu. Perlu!. Nazaruddin itu pejabat publik, kemarin atau sekarang. Benarkah itu BBM dari Nazaruddin. Benar!! Benarkah isinya, pers tidak perlu tahu. Itu bukan kapasitas pers.
1311974739662476039
Politikus hijau dalam belanga biru (kompas.com)
Selama ini kutipan bicara tanpa dokumen, setiap hari dinaikkan jadi berita. Tiada pernah dibahas maupun dikonfrontir.
Lalu, mengapa Anas, SBY dan PD harus kebakaran jenggot. Bukankah Anas dan SBY tidak punya jenggot. Bukankah ini sebenarnya potret demokrasi di negeri ini. Sejak berita itu mencuat, SBY secara terang-terangan membuka ketidaktulusannya mencintai Pers sebagai tonggak keterbukaan. Anas Urbaningrum ketahuan berusaha memanfaatkan posisinya sebagai pejabat publik untuk mendapat prioritas dimata hukum (kepolisian). Marzuki Ali, secara lugas membuka ketidak sukaannya kepada KPK sehingga membuka wacana BUBARKAN KPK. Bahkan membuat pernyataan untuk memaafkan para koruptor agar para teman-teman pejabatnya bisa bawa pulang uang hasil korupsi itu untuk disumbangkan ke negeri ini. Cuih!!! Rakyat tidak perlu sumbangan apapun. Itu uang rakyat. Uang hak yang secara Haqqul Yaqqin uang yang seharus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
1311974648430902642
Anas yang cemas (kompas.com)
Siapa yang membantu membuat publik mengenal SBY, pada saat ia serasa dizolimi oleh Megawati. Dimana Sutomo mengobarkan semangat 10 November yang terkenal itu. Bagaimana Ira Kusno yang membacakan berita sehingga menjadi salah satu bagian bergulirnya reformasi. Berapa harga motor Suzuki Shogun tahun 2002 kondisi mulus. Bukan siapa-siapa, hanya sebuah profesi dengan pena atau kabel dan corong.
Pers hanyalah seorang teman. Teman yang dipercaya tanpa kepercayaan. Teman yang dibenci tanpa bisa dijauhi.
(Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyerukan memboikot media massa yang bersikap kritis terhadap pemerintah. Dipo mengeluarkan instruksi kepada instansi pemerintah untuk tidak memasang iklan di media massa yang cenderung kritis—
“Mungkin dia lupa, bahwa dulunya ia berasal dari kalangan  aktivis yang sangat kritis terhadap pemerintah Soeharto, bahkan pernah ditahan di penjara, akibat sikap kritisnya itu. Namun kok sekarang justru alergi dengan sikap kritis media, ada apa dengan Dipo,” sesal Bagir)
(Banyak pemberitaan media massa, termasuk media yang selama ini memiliki kredibilitas dan reputasi baik, yang terus memojokkan Partai Demokrat dengan bersumber dari SMS atau BBM (BlackBerry Messenger). Yang saya tak paham dengan akal dan logika saya, justru berita yang bersumber dari SMS dan BBM dijadikan judul besar, tema utama, dan headline yang mencolok. Misalnya, SMS dan BBM yang dikirim orang yang mengaku Nazaruddin, yang sekarang yang bersangkutan masih buron. Tak dikonfirmasi kebenarannya, dianggap kebenaran, dan dijadikan alat untuk menghakimi Partai Demokrat. Dengan segala kerendahan hati, perilaku politik seperti ini tak mencerdaskan kehidupan bangsa,” – SBY
“Kalau memang ada BBM yang ngomongnya gitu ya itu fakta. Itu saya anggap sepanjang ditulis berdasarkan itu, ya masih dalam fungsi jurnalistik. Kalau memang ada BBM yang ngomongnya gitu ya itu fakta. Itu saya anggap sepanjang ditulis berdasarkan itu, ya masih dalam fungsi jurnalistik,” – Bagir Manan)
(”SBY dan media itu seperti benci tapi rindu. SBY membutuhkan media saat maju dua kali menjadi presiden. Tapi sama dengan pemerintahan terdahulu. Pemerintah tidak siap dengan kritik media. Dari zaman Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, hingga zaman SBY. Tidak ada yang siap berhadap-hadapan dengan pers. Saya kira pers kita di Indonesia profesional, siap untuk melaksanakan promosi, tapi juga siap untuk mengawasi dan mengkritik,” ujar Agus dalam diskusi “Demokrat Pecah, Pers Disalahkan” di Gedung DPR RI, Kamis, 14/7/2011)*lina*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar